Tumbuhkan Rasa Empati, Pentingnya Ajarkan Anak-Anak Bahasa Isyarat

Umumnya, bahasa isyarat digunakan sebagai media komunikasi bagi para penyandang tuna rungu atau tuna wicara. Namun selain itu, bahasa isyarat juga memiliki fungsi lain yang bermanfaat untuk perkembangan anak. Bahasa isyarat dapat membantu komunikasi antar 2 pihak yang tidak bisa dilakukan melalui kata-kata yang terucap. Hal ini tidak terbatas pada tuna rungu atau tuna wicara, melainkan bisa juga digunakan untuk anak dengan kemampuan mendengar dan berbicara yang normal. Seperti yang terlihat pada Gelaran Talkshow Bahasa Isyarat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Kearsipan dan Perpustakaan (Dinarpus) setempat. Nampak, tawa riang para siswa sekolah dasar (SD) langsung muncul ketika tangan Nur Cholifah memberi isyarat dengan jempol yang menyilang dengan telunjuk.
Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Wiradesa itu langsung bertanya arti isyaratnya pada siswa SD yang melingkarinya di panggung Festival Literasi 2023, berlangsung di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan, Rabu siang (20/9/2023).
"Artinya apa, anak-anak? Sarang, sarangheo (aku cinta kamu, bahasa Korea)," katanya menjelaskan langsung disambut riang anak-anak tersebut.
Pada momen itu, Olif, sapaan akrab guru SLB itu ternyata tidak sedang mengajar anak penyandang disabilitas. Ia sedang mengajar rombongan siswa SD Negeri Sokorejo Kota Pekalongan yang sedang berkunjung ke Festival Literasi. Ia mengajarkan bahasa isyarat huruf alfabet dengan satu tangan dan dua tangan. Pembelajaran diakhiri dengan bahasa isyarat yang berarti terima kasih dan sama-sama. Menurutnya, pengenalan bahasa isyarat kepada pelajar itu untuk mengajarkan cara berinteraksi kepada orang penyandang disabilitas tuna wicara atau tuna rungu guna menumbuhkan rasa empati kepada sesama.
“Penggunaan bahasa isyarat menjadi bahasa keseharian untuk kalangan penyandang disabilitas khususnya tuna rungu atau tuli. Memang akhir -akhir ini kepedulian pemerintah untuk eksistensi penyandang disabilitas khususnya tuna rungu dan tuna wicara ini semakin tinggi, sudah beberapa kali Saya diundang untuk memberikan pelatihan di instansi pemerintahan maupun sekolah-sekolah dan sektor layanan kesehatan seperti di beberapa klinik dan puskesmas, mereka ingin belajar bagaimana kalau ada pasien dengan kebutuhan khusus supaya mereka paham keperluan para penyandang disabilitas ini. Disamping itu, di sektor pemerintahan juga penting sekali supaya anak-anak disabilitas ini tidak termarjinalkan, pelayanan juga mengena ke mereka,” terangnya.
Menurutnya, mengajarkan anak-anak normal bahasa isyarat itu sangat perlu. Hal itu bisa menumbuhkan empati pada teman sebayanya yang merupakan penyandang disabilitas. Ia mengaku pernah menyaksikan anak didiknya diejek 'Hu..hu' oleh anak lainnya. Saat itu, ia berpikir mendatangi sekolah anak yang mengejek siswanya.
"Saya ingin mengajak guru dan anak-anak berkunjung ke tempat Saya, agar kejadian seperti bullying terhadap anak-anak berkebutuhan khusus di tengah masyarakat tidak terulang," jelasnya.
Olif berharap, bahasa isyarat juga masuk pada kurikulum umum. Tidak hanya itu, tapi ada kunjungan sekolah umum ke SLB untuk mengenal teman sebaya penyandang disabilitas. Sehingga, tiap anak tumbuh empati dan bisa berinteraksi dengan teman penyandang disabilitas.
“Untuk anak-anak sekolah juga penting, dari pihak sekolah juga sering melakukan kunjungan study banding ke SLB agar bisa menumbuhkan empati kepada anak-anak didik mereka, supaya tidak ada kasus-kasus bullying di lingkungan sekolah khususnya yang menimpa anak-anak berkebutuhan khusus,” pungkasnya
Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Wiradesa itu langsung bertanya arti isyaratnya pada siswa SD yang melingkarinya di panggung Festival Literasi 2023, berlangsung di Lapangan Mataram, Kota Pekalongan, Rabu siang (20/9/2023).
"Artinya apa, anak-anak? Sarang, sarangheo (aku cinta kamu, bahasa Korea)," katanya menjelaskan langsung disambut riang anak-anak tersebut.
Pada momen itu, Olif, sapaan akrab guru SLB itu ternyata tidak sedang mengajar anak penyandang disabilitas. Ia sedang mengajar rombongan siswa SD Negeri Sokorejo Kota Pekalongan yang sedang berkunjung ke Festival Literasi. Ia mengajarkan bahasa isyarat huruf alfabet dengan satu tangan dan dua tangan. Pembelajaran diakhiri dengan bahasa isyarat yang berarti terima kasih dan sama-sama. Menurutnya, pengenalan bahasa isyarat kepada pelajar itu untuk mengajarkan cara berinteraksi kepada orang penyandang disabilitas tuna wicara atau tuna rungu guna menumbuhkan rasa empati kepada sesama.
“Penggunaan bahasa isyarat menjadi bahasa keseharian untuk kalangan penyandang disabilitas khususnya tuna rungu atau tuli. Memang akhir -akhir ini kepedulian pemerintah untuk eksistensi penyandang disabilitas khususnya tuna rungu dan tuna wicara ini semakin tinggi, sudah beberapa kali Saya diundang untuk memberikan pelatihan di instansi pemerintahan maupun sekolah-sekolah dan sektor layanan kesehatan seperti di beberapa klinik dan puskesmas, mereka ingin belajar bagaimana kalau ada pasien dengan kebutuhan khusus supaya mereka paham keperluan para penyandang disabilitas ini. Disamping itu, di sektor pemerintahan juga penting sekali supaya anak-anak disabilitas ini tidak termarjinalkan, pelayanan juga mengena ke mereka,” terangnya.
Menurutnya, mengajarkan anak-anak normal bahasa isyarat itu sangat perlu. Hal itu bisa menumbuhkan empati pada teman sebayanya yang merupakan penyandang disabilitas. Ia mengaku pernah menyaksikan anak didiknya diejek 'Hu..hu' oleh anak lainnya. Saat itu, ia berpikir mendatangi sekolah anak yang mengejek siswanya.
"Saya ingin mengajak guru dan anak-anak berkunjung ke tempat Saya, agar kejadian seperti bullying terhadap anak-anak berkebutuhan khusus di tengah masyarakat tidak terulang," jelasnya.
Olif berharap, bahasa isyarat juga masuk pada kurikulum umum. Tidak hanya itu, tapi ada kunjungan sekolah umum ke SLB untuk mengenal teman sebaya penyandang disabilitas. Sehingga, tiap anak tumbuh empati dan bisa berinteraksi dengan teman penyandang disabilitas.
“Untuk anak-anak sekolah juga penting, dari pihak sekolah juga sering melakukan kunjungan study banding ke SLB agar bisa menumbuhkan empati kepada anak-anak didik mereka, supaya tidak ada kasus-kasus bullying di lingkungan sekolah khususnya yang menimpa anak-anak berkebutuhan khusus,” pungkasnya