Tanggapi Kasus Kekerasan di Brebes, LPPAR : 'Pentingnya Gerakan Peduli Sesama'

Kota Pekalongan - Seorang ibu di Desa Tonjong, Kecamatan Tonjong, Brebes, Jawa Tengah yang tega menganiaya tiga anaknya sendiri dengan senjata tajam, Minggu (20/3/2022). Akibatnya, satu anak berusia 7 tahun meninggal karena luka di lehernya. Sementara, dua anak lain yang berusia 4,5 tahun dan 10 tahun dilarikan ke rumah sakit lantaran mengalami luka serius di leher dan dada. Pelaku yang merupakan ibu kandung korban berinisial KU (35) telah diamankan pihak kepolisian Polres Brebes. Video penangkapan KU oleh pihak berwajib viral di media sosial. Di video tersebut, ia mengaku membunuh anaknya diduga karena tak mau anaknya hidup melarat dan ditekan keluarga seperti yang sudah ia alami.
Kasus viral tersebut tak luput mengundang perhatian bersama, salah satunya datang dari Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak dan Remaja (LP-PAR) Kota Pekalongan, Nur Agustina, Spsi,MM yang ikut memberikan pernyataan dan berharap kejadian keji tersebut tidak terulang kembali di masa-masa mendatang, terutama di Kota Pekalongan. Agustin, sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa, sebelumnya beberapa tahun lalu di Kota Pekalongan pernah terjadi kekerasan terhadap anak yang dilakukan ibu kandungnya sendiri dengan memasukkan anak tersebut ke dalam bak mandi.
“Terkait kejadian itu memang harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah kondisi mental orangtua tersebut dalam kondisi yang tidak baik-baik saja (ada gangguan psikologis, tekanan, atau sebagainya). Jadi, Saya dapat kabar dari teman-teman Rumah Sakit Brebes dan DPMPPA Brebes , karena kebetulan Saya juga sebagai Ketua HIMPSI Kota Pekalongan jadi terkoordinasi. Untuk kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan dulu Visum et Repertum Psikiatrikum, untuk tahu kondisi mentalnya juga,” tutur Agustin, belum lama ini.
Menurutnya, tetapi seandainya kalau kasus ini dilatarbelakangi murni tidak ada gangguan, tetapi lebih kepada tekanan ekonomi atau sosial,hal ini harus menjadi perhatian bersama, terlebih di masa pandemi yang terkadang menimbulkan dampak sosial, ekonomi, psikis, dan mental yang luar biasa. Oleh karena itu, pihaknya menekankan pentingnya menggelorakan gerakan-gerakan agar saling peduli terhadap sesama dan lingkungan terdekat.
“Kalau di programnya Gubernur Ganjar itu ada Program Jogo Tonggo yang harus terus digelorakkan agar kita saling peduli terhadap tetangga, teman, orang-orang yg dikenal. Jika mereka ada kesulitan, minimal kita membantu untuk memberikan akses bantuan baik melalui Baznas, Bansos Pemda, dan sebagainya agar orangyang dalam kondisi-kondisi tertekan ini harus segera mendapat bantuan,” ucapnya.
Lebih lanjut, kata Agustin, kalau tidak bisa memberi, mungkin bisa memberikan akses minimal melaporkan ke Lurah, Ketua RT/RW atau kaitannya dengan kesehatan, jika masyarakat mengetahui ada seseorang yang sedikit aneh, dalam hal ini misalnya mendidik anak dengan sering melakukan kekerasan/tidak wajar perlu dilaporkan kepada LPPAR setempat agar bisa segera dilakukan visitasi dan observasi bersama dengan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), sehingga bisa segera diberikan bantuan. Upaya pencegahan kekerasan ini harus dilakukan bersama baik antara pemerintah maupun dengan seluruhb elemen masyarakat untuk berperan besar meminimalisir terjadinya korban jiwa, terutama pada anak.
“Kalau memang orangtuanya tidak bisa merawat anak karena kondisi mental, kan negara bisa mengambil alih untuk perawatan sementara atau keluarga besarnya atau bahkan bisa dilakukan pengasuhan alternatif seperti di pondok, panti asuhan, dan sebagainya. Jadi kejadian seperti ini menjadi PR bersama, semoga hal ini tidak terjadi di masa-masa mendatang khususnya di Kota Pekalongan,” pungkasnya.
(Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)
Kasus viral tersebut tak luput mengundang perhatian bersama, salah satunya datang dari Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak dan Remaja (LP-PAR) Kota Pekalongan, Nur Agustina, Spsi,MM yang ikut memberikan pernyataan dan berharap kejadian keji tersebut tidak terulang kembali di masa-masa mendatang, terutama di Kota Pekalongan. Agustin, sapaan akrabnya mengungkapkan bahwa, sebelumnya beberapa tahun lalu di Kota Pekalongan pernah terjadi kekerasan terhadap anak yang dilakukan ibu kandungnya sendiri dengan memasukkan anak tersebut ke dalam bak mandi.
“Terkait kejadian itu memang harus dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah kondisi mental orangtua tersebut dalam kondisi yang tidak baik-baik saja (ada gangguan psikologis, tekanan, atau sebagainya). Jadi, Saya dapat kabar dari teman-teman Rumah Sakit Brebes dan DPMPPA Brebes , karena kebetulan Saya juga sebagai Ketua HIMPSI Kota Pekalongan jadi terkoordinasi. Untuk kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan dulu Visum et Repertum Psikiatrikum, untuk tahu kondisi mentalnya juga,” tutur Agustin, belum lama ini.
Menurutnya, tetapi seandainya kalau kasus ini dilatarbelakangi murni tidak ada gangguan, tetapi lebih kepada tekanan ekonomi atau sosial,hal ini harus menjadi perhatian bersama, terlebih di masa pandemi yang terkadang menimbulkan dampak sosial, ekonomi, psikis, dan mental yang luar biasa. Oleh karena itu, pihaknya menekankan pentingnya menggelorakan gerakan-gerakan agar saling peduli terhadap sesama dan lingkungan terdekat.
“Kalau di programnya Gubernur Ganjar itu ada Program Jogo Tonggo yang harus terus digelorakkan agar kita saling peduli terhadap tetangga, teman, orang-orang yg dikenal. Jika mereka ada kesulitan, minimal kita membantu untuk memberikan akses bantuan baik melalui Baznas, Bansos Pemda, dan sebagainya agar orangyang dalam kondisi-kondisi tertekan ini harus segera mendapat bantuan,” ucapnya.
Lebih lanjut, kata Agustin, kalau tidak bisa memberi, mungkin bisa memberikan akses minimal melaporkan ke Lurah, Ketua RT/RW atau kaitannya dengan kesehatan, jika masyarakat mengetahui ada seseorang yang sedikit aneh, dalam hal ini misalnya mendidik anak dengan sering melakukan kekerasan/tidak wajar perlu dilaporkan kepada LPPAR setempat agar bisa segera dilakukan visitasi dan observasi bersama dengan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), sehingga bisa segera diberikan bantuan. Upaya pencegahan kekerasan ini harus dilakukan bersama baik antara pemerintah maupun dengan seluruhb elemen masyarakat untuk berperan besar meminimalisir terjadinya korban jiwa, terutama pada anak.
“Kalau memang orangtuanya tidak bisa merawat anak karena kondisi mental, kan negara bisa mengambil alih untuk perawatan sementara atau keluarga besarnya atau bahkan bisa dilakukan pengasuhan alternatif seperti di pondok, panti asuhan, dan sebagainya. Jadi kejadian seperti ini menjadi PR bersama, semoga hal ini tidak terjadi di masa-masa mendatang khususnya di Kota Pekalongan,” pungkasnya.
(Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)