Pertahankan 30 Persen LSD, Kawasan Pekalongan Baru Didorong Tarik Minat Investor

Kota Pekalongan - Kebijakan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/ BPN) tentang penetapan peta lahan sawah yang dilindungi (LSD), menjadi kendala bagi sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah, termasuk Kota Pekalongan untuk merealisasikan investasi. Sebab, ada ketidaksamaan antara peta lahan sawah yang dipotret dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang sudah ditetapkan pemerintah daerah. Kendati demikian, Kota Pekalongan berupaya mempertahankan 30 persen untuk lahan hijau. Hal ini disampaikan oleh HA Afzan Arslan Djunaid saat membuka kegiatan Forum Konsultasi Publik Standar Pelayanan Perizinan Berusaha dan Non Berusaha di Kota Pekalongan Tahun 2024, berlangsung di Ruang Jawa Hokokai Setda setempat, Selasa (26/11/2024).

Menurutnya, penataan lahan sawah dilindungi (LSD) atau zona lahan hijau oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau BPN di daerah-daerah, termasuk di Kota Pekalongam ini dalam rangka menginventarisasi soal investasi

"Di zaman digitalisasi program di Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkadang tidak sinkron tentang dunia usaha baik kebijakan maupun aturan. Seperti diketahui, banyak sekali sorotan di Kota Pekalongan yang merupakan kota kecil dengan luasan 45 kilometer persegi, tetapi Kota Pekalongan harus diwajibkan untuk 30 persen ini untuk zona hijau (penghijauan) yang kadang mengalami permasalahan,"tutur Mas Aaf, sapaan akrabnya.

Mas Aaf membenarkan bahwa, Ruang Terbuka Hijau pada suatu kota harus memenuhi luasan minimal yakni sebesar 30% dari keseluruhan luas lahan dengan komposisi 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat (Undang-Undang No. 26 Tahun n 2008 tentang Penataan Ruang; Inmendagri Nomor 14 tahun 1988 tentang luasan standar RTH Kota). Pengalokasian 30% RTH ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW ) Kota Pekalongan . 

Proporsi tersebut bertujuan untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, ruang terbuka bagi aktivitas publik serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.

"Di Kota Pekalongan pun ada Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), itu juga kadang tidak sinkron dengan ketertarikan investor untuk menanamkan sahamnya di Kota Pekalongan. Walaupun masih banyak investor yang berminat namun terkadang lahan atau tempat yang mereka inginkan untuk berinvestasi ternyata lahan hijau. Lahan hijau ini baru kita laporkan ke Kementerian ATR-BPN pada Tahun 2021 terkait lahan mana saja untuk penghijauan dan lahan mana saja yang bisa digunakan untuk investasi,"bebernya.

Mas Aaf menilai, Kota Pekalongan memiliki lahan yang strategis setelah adanya pembangunan exit tol Setono, dimana di kawasan tersebut rencananya akan dicanangkan sebagai Kawasan Pekalongan Baru. Hanya saja, luasan lahan untuk pembangunan kawasan Pekalongan Baru ini berkurang setengahnya dari rencana awal. Kawasan Pekalongan Baru nantinya direncanakan seluas 30 hektare, atau berkurang 50 persen dari rencana sebelumnya yang 60 hektare. Perubahan luasan lahan pembangunan kawasan Pekalongan Baru ini setelah dilakukan review berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

"Investasinya disana banyak nanti, itu pas ada sisi plus minusnya, termasuk mengkaji ulang beberapa pertimbangan karena RT/RW nya baru bisa diubah pada Tahun 2035,"imbuhnya.

Sementara itu, Kepala DPMPTSP Kota Pekalongan, Beno Heritriono menerangkan, terkait dengan LSD memang menjadi suatu tantangan bersama khususnya Pemerintah Kota Pekalongan. Namun, Pemkot melalui DPMPTSP berupaya tidak melanggar aturan yang ada, bahkan bisa menggali potensi investasi khususnya yang ada di Kawasan Pekalongan Baru (sebelah Exit Tol Setono).

"Pemkot memiliki lahan namun harus disesuaikan dengan regulasi yang ada. Kami sudah memiliki rencana potensi investasi yaitu adanya Kawasan Pekalongan Baru. Kami harapkan nanti bisa diwujudkan Pekalongan Baru ini menjadi suatu kegiatan yang berkembang dan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Kota Pekalongan,"papar Beno.

Beno menyebutkan, sesuai regulasi Permen-ATR BPN bahwa, suatu daerah wajib mengalokasikan 30 persen luasan lahannya untuk LSD. Lanjutnya, adanya kegiatan forum konsultasi publik ini juga menjadikan sinergitas dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sehingga nantinya terkait dengan perizinan berusaha tidak bertentangan dengan regulasi dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

"Saat ini Kota Pekalongan sudah dalam tahapan penyusunan master plan Pekalongan Baru, mudah-mudahan kawasan ini bisa segera diwujudkan,"pungkasnya. (Dian)