Peringati Imlek, Museum Batik Pekalongan Kenalkan Pengaruh Budaya Tionghoa Lewat Lunar Festival

Dalam rangka menyambut Tahun Baru Imlek 2025, Museum Batik Pekalongan menghadirkan pameran spesial bertajuk "Lunar Festival". Pameran ini berlangsung sepanjang Februari 2025 di Ruang Pamer I, menampilkan 20 koleksi batik pilihan yang mencerminkan perpaduan budaya Nusantara dan Tionghoa.
Kepala Museum Batik Pekalongan, Nurhayati Sinaga, mengungkapkan bahwa pengaruh budaya Tionghoa dalam batik bukan sekadar estetika, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. “Interaksi antara budaya Tionghoa dan Nusantara telah melahirkan berbagai bentuk akulturasi, salah satunya dalam motif batik. Lunar Festival ini kami selenggarakan untuk mengangkat keberagaman tersebut dan mengedukasi masyarakat bahwa batik adalah seni yang terus berkembang dan menyerap berbagai pengaruh budaya,” jelasnya.
Dijelaskan Nurhayati, dalam pameran ini, pengunjung dapat menikmati batik-batik khas yang memiliki unsur budaya Tionghoa, yang ditandai dengan beberapa karakteristik utama seperti motif hewan mitologi, ornamen khas Tiongkok, seperti awan, bunga teratai, serta simbol keberuntungan, warna cerah terutama biru dan merah. Menurut Nurhayati, batik adalah ekspresi jiwa, di mana setiap motif dan warna memiliki filosofi tersendiri. “Koleksi batik dalam pameran ini berasal dari berbagai pecinta dan kolektor batik yang peduli terhadap pelestarian budaya. Ini menunjukkan bahwa batik adalah warisan budaya yang terus hidup dan berkembang,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa pameran ini berlangsung hingga akhir Februari. Setelah itu, Museum Batik akan melanjutkan program pameran bertema dengan menghadirkan "Ramadan Festival" di Ruang Pamer I. Pameran tersebut akan menampilkan koleksi batik dengan nafaskan Islam, mencerminkan pengaruh budaya Islam dalam seni batik Indonesia.
Lebih lanjut, Nurhayati menekankan bahwa keberagaman budaya yang terwujud dalam batik adalah sebuah kekuatan yang patut diapresiasi. “Harapan kami, melalui pameran ini masyarakat semakin menyadari bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dirayakan sebagai bagian dari identitas bangsa yang kaya dan harmonis,” tukasnya.
(Dinkominfo Kota Pekalongan)
Kepala Museum Batik Pekalongan, Nurhayati Sinaga, mengungkapkan bahwa pengaruh budaya Tionghoa dalam batik bukan sekadar estetika, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. “Interaksi antara budaya Tionghoa dan Nusantara telah melahirkan berbagai bentuk akulturasi, salah satunya dalam motif batik. Lunar Festival ini kami selenggarakan untuk mengangkat keberagaman tersebut dan mengedukasi masyarakat bahwa batik adalah seni yang terus berkembang dan menyerap berbagai pengaruh budaya,” jelasnya.
Dijelaskan Nurhayati, dalam pameran ini, pengunjung dapat menikmati batik-batik khas yang memiliki unsur budaya Tionghoa, yang ditandai dengan beberapa karakteristik utama seperti motif hewan mitologi, ornamen khas Tiongkok, seperti awan, bunga teratai, serta simbol keberuntungan, warna cerah terutama biru dan merah. Menurut Nurhayati, batik adalah ekspresi jiwa, di mana setiap motif dan warna memiliki filosofi tersendiri. “Koleksi batik dalam pameran ini berasal dari berbagai pecinta dan kolektor batik yang peduli terhadap pelestarian budaya. Ini menunjukkan bahwa batik adalah warisan budaya yang terus hidup dan berkembang,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa pameran ini berlangsung hingga akhir Februari. Setelah itu, Museum Batik akan melanjutkan program pameran bertema dengan menghadirkan "Ramadan Festival" di Ruang Pamer I. Pameran tersebut akan menampilkan koleksi batik dengan nafaskan Islam, mencerminkan pengaruh budaya Islam dalam seni batik Indonesia.
Lebih lanjut, Nurhayati menekankan bahwa keberagaman budaya yang terwujud dalam batik adalah sebuah kekuatan yang patut diapresiasi. “Harapan kami, melalui pameran ini masyarakat semakin menyadari bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk dirayakan sebagai bagian dari identitas bangsa yang kaya dan harmonis,” tukasnya.
(Dinkominfo Kota Pekalongan)