Masakan Daging Kurban Jadi Pengobat Rindu, Layanan Penitipan Rutan Pekalongan Ramai Pengunjung

Kota Pekalongan – Suasana Rutan Kelas IIA Pekalongan pada Senin pagi, 9 Juni 2025, tampak berbeda dari biasanya. Ratusan pengunjung memadati area layanan penitipan barang, membawa serta berbagai perlengkapan dan makanan untuk keluarga mereka yang menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Momen cuti bersama Idul Adha dimanfaatkan oleh para keluarga untuk menyambung tali kasih dan silaturahmi, meski melalui celah jeruji besi.

Yang menarik, di antara aneka titipan yang diterima petugas, masakan berbahan dasar daging kurban menjadi yang paling banyak dijumpai. Dari gulai, rendang, hingga sate, berbagai olahan khas Hari Raya Idul Adha itu tampak dikemas rapi dalam wadah-wadah tertutup, siap dikirimkan kepada para WBP.

Bagi para keluarga, makanan bukan hanya sekadar bekal fisik, tapi juga penawar rindu dan pengantar rasa sayang yang tak lekang oleh jarak. 

Salah satu pengunjung, seorang ibu paruh baya yang datang, Erni tampak haru saat ditanya alasan membawa masakan gulai dan sate untuk anaknya yang sedang menjalani masa pidana.

“Ini tahun pertama dia tidak di rumah waktu Idul Adha. Tahun lalu, kami masih bisa makan gulai bareng, masak sendiri dari daging kurban. Dia sempat bilang ke Saya waktu telepon, katanya kangen gulai buatan ibu. Ya sudah, Saya masakkan khusus untuk dia, biar tetap terasa lebarannya,” ujarnya sambil menyeka air mata.

Menurut Kepala Rutan Kelas IIA Pekalongan, Nanang Adi Susanto, lonjakan pengunjung di layanan penitipan barang memang sudah diperkirakan sebelumnya. Pihak rutan telah melakukan sejumlah persiapan guna menjamin kelancaran pelayanan, termasuk penambahan personel dan optimalisasi prosedur pemeriksaan.

“Kami bersyukur hari ini berjalan lancar. Penitipan makanan dan barang oleh keluarga WBP ini merupakan salah satu cara untuk menjaga hubungan emosional antara mereka dengan keluarga di luar. Kami pastikan semua makanan yang masuk diperiksa dengan ketat sesuai SOP demi keamanan bersama,” jelas Nanang.

Ia menambahkan, momen seperti Idul Adha menjadi sangat berarti bagi para WBP, karena mampu menghadirkan suasana kekeluargaan meski dalam lingkungan pembinaan.

“Kami percaya, kiriman seperti gulai dan sate bukan sekadar santapan. Itu membawa makna lebih dalam kerinduan, dukungan, dan semangat agar mereka terus menjalani proses pembinaan dengan baik,” ungkapnya.

Ia menambahkan, berdasarkan informasi dari salah satu petugas jaga Rutan menyebutkan, selama layanan penitipan berlangsung, ia banyak melihat ekspresi haru dari pengunjung maupun WBP yang menerima kiriman. Beberapa bahkan menuliskan pesan-pesan kecil pada kotak makanan, seperti “Semoga kamu kuat ya” atau “Selamat Idul Adha, Nak. Ibu sayang kamu”.

Kehangatan Hari Raya Kurban seakan menerobos sekat tembok dan pagar besi, hadir dalam semangkuk gulai dan tusukan sate yang mengandung rasa cinta, harapan, dan pengampunan. Bagi para WBP, setiap gigitan masakan rumah menjadi pengingat bahwa di luar sana, ada keluarga yang masih menanti, masih percaya, dan tak berhenti mendoakan.

“Semoga suasana seperti ini terus bisa kami fasilitasi di hari-hari besar lainnya. Karena pemasyarakatan bukan hanya soal hukuman, tapi soal harapan dan pemulihan hubungan sosial,” pungkas Nanang. (Dian)