Kenang Peristiwa 3 Oktober dengan Teatrikal, Walikota Aaf : Semangat Perjuangan Tak Boleh Padam

Kota Pekalongan - Peristiwa 3 Oktober menjadi moment bersejarah yang tak terlupakan dan senantiasa diperingati oleh Pemerintah Kota Pekalongan bersama seluruh masyarakat setempat setiap tahunnya. Peristiwa bersejarah yang merupakan momen herois masyarakat Pekalongan menyambut proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 dimana pada waktu itu permasalahan yang timbul adalah upaya pengambil alihan kekuasaan pemerintah dari tangan Jepang di Kota Pekalongan. Sebanyak 37 pejuang yang merupakan masyarakat Kota Pekalongan gugur dan 12 luka-luka dalam pertempuran 3 Oktober 1945 silam. Peristiwa tersebut dikemas dalam bentuk drama atau teatrikal kolosal yang diperankan oleh sejumlah pelajar dan masyarakat di Kota Pekalongan.

Peringatan hari yang sangat bersejarah tersebut diawali dengan Upacara dalam rangka memperingati Pertempuran 3 Oktober 1945 yang diikuti oleh Walikota Pekalongan, HA Afzan Arslan Djunaid, Wakil Walikota Pekalongan, H Salahudin, Kapolres Pekalongan Kota, AKBP Wahyu Rohadi, Dandim 0710/Pekalongan, Letkol Inf Aditya, Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Hj Sri Ruminingsih SE MSi, jajaran Forkopimda lain, Kepala Dinas terkait, sejumlah ASN, TNI/POLRI, pelajar hingga masyarakat tumpah ruah ikut menyaksikan upacara sekaligus teatrikal tersebut. 

Walikota Aaf menyampaikan bahwa, Peristiwa 3 Oktober ini menjadi upaya menelusuri kembali nilai-nilai kesejarahan yang telah dilakukan oleh para pahlawan pendahulu dalam melawan penindasan dan penjajahan dari bumi pertiwi khususnya di Kota Pekalongan ini. Meskipun sudah berlalu lebih dari setengah abad, semangat perjuangan yang dikorbankan oleh pemuda, ulama, seluruh lapisan masyarakat Kota Pekalongan tidak pernah padam. 

"Memahami arti perjuangan  yang sesungguhnya dengan keterbatasan yang ada dahulu kita bisa mengusir penjajah Jepang dari Kota Pekalongan. Kondisi era sekarang jauh berbeda lagi, bukan dengan perang senjata, tetapi berperang melawan budaya asing yang berusaha masuk ke Indonesia, melawan ajaran-ajaran yang sekarang ini anak-anak saat ini seperti lagu kebangsaan, nama tarian, suku, adat tidak hafal. Hal ini jika tidak dipupuk mulai dari generasi penerus, mereka bisa lupa sejarah, mereka justru lebih mengenal dan bangga dengan budaya asing seperti K-Pop, Hollywood, budaya Jepang dan sebagainya. Semua ini harus dilawan terus," tegasnya, usai Upacara Peringatan 3 Oktober 1945, berlangsung di Kawasan Monumen Djoeang 45 Kota Pekalongan, Senin malam (3/10/2022).

Menurutnya, sebagai rasa ungkapan syukur atas jasa dan pengorbanan pahlawan kusuma bangsa, selaku generasi penerus wajib dan senantiasa bertekad meneruskan cita-cita pejuang pendahulu, dimana mereka harus  selalu meningkatkan pelayanan dan memberdayakan masyarakat untuk lebih memantapkan pembangunan serta memeratakan hasilnya demi kesejahteraan masyarakat luas. Lanjutnya, dengan jiwa dan semangat kepahlawanan, tentu mereka akan selalu memiliki tekad dan semangat berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan bekerja keras, meningkatkan etos kerja dengan disiplin yang tinggi guna membangunan bangsa dan negara yang lebih baik.

 Sejarah telah membuktikan bahwa, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia telah berhasil mengusir penjajah, mempertahankan kemerdekaan serta membangun bangsa dan negara dalam kondisi aman, tenteram, semangat persatuan dan kesatuan ini harus terus dipupuk dan dikembangkan terutama pada era saat ini sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap menjadi harga mati bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. 

"NKRI harga mati, kita lihat perjuangan bangsa kita begitu berat saat melawan penjajah sampai ada korban. Oleh sebab itu, kita harus menghargai dan melanjutkan perjuangan-perjuangan pahlawan peristiwa 3 Oktober di Kota Pekalongan," jelasnya.

Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Sri Ruminingsih membacakan sejarah Peristiwa 3 Oktober 1945 di Kota Pekalongan. Dimana, pada saat itu, Monumen Djoeang yang dahulu bernama Lapangan Kebon Rojo menjadi saksi tumpah darah rakyat Pekalongan dalam mempertahankan kemerdekaan. Berita mengenai kekalahan Jepang dan proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai di Pekalongan melalui siaran radio yang berhasil direntas oleh beberapa anggota Barisan Pelopor dan seorang kurir dari Jakarta. Berita itu disambut gembira oleh rakyat Pekalongan. Pada tanggal 28 Agustus 1945, dibentuklah KNI Pekalongan yang bertugas mempertahankan kemerdekaan dan mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, didukung oleh BPKKP dan kelompok pejuang pemuda di Pekalongan.

Awalnya, pengalihan kekuasaan dilakukan melalui perundingan antara pihak Jepang dan pihak Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 di kantor Karesidenan Pekalongan. Namun karena memanasnya situasi di Semarang, akhirnya perundingan diundur pada 3 Oktober 1945 di markas kempeitai (Lapangan Kebon Rojo).

"Hari perundingan pun tiba, rakyat dan para wakil Indonesia berbondong-bondong pergi menuju lokasi perundingan di Lapangan Kebon Rojo. Di hari yang sama pula, terjadi penyanderaan beberapa orang Jepang di Kantor Syucho Pekalongan dengan tujuan akan membunuh para Sandra jika perundingan gagal," beber Sekda Ning.

Lebih lanjut, Sekda Ning menerangkan, pukul 10 pagi, perundingan dimulai. Pihak Indonesia diwakili oleh Mr. Besar, dr. Sumbadji, Dr. Ma’as, R. Suprapto, A. Kadir Bakri, dan Jauhar Arifin. Sedangkan dari pihak Jepang diwakili Tokonami, Kawabata, Hayasi, dan Horizumi. Dalam perundingan itu, pihak Indonesia meminta 3 tuntutan. Pihak Jepang memahami tuntutan tersebut, namun karena pihaknya terikat Sekutu sehingga harus menunggu instruksi dari tentara Jepang di Jakarta agar tetap menjaga status quo Indonesia sebelum Sekutu datang.

Sedangkan di luar, suasana semakin panas karena perundingan tidak kunjung usai. Para pemuda akhirnya mengepung dan menyerbu tempat perundingan, setelahnya dimulailah aksi tempak-menembak antara para tentara Jepang dengan para pemuda Indonesia. Beberapa pemuda juga menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan Merah Putih untuk mengobarkan semangat nasionalisme. Korban berjatuhan baik dari pihak Jepang maupun Indonesia. Lapangan Kebon Rojo pun seketika berlumuran darah.

"Setelah melalui runtutan perundingan dan perlawanan antara pejuang Pekalongan dengan tentara Jepang, akhirnya pada 7 Oktober 1945 Pekalongan dinyatakan bebas dari kekuasaan Jepang. Untuk memperingati peristiwa di Lapangan Kebon Rojo, Pemerintah Pekalongan membangun monumen di tempat tersebut dan serangkaian upacara setiap tahunnya untuk menghormati jasa para pejuang Pekalongan," pungkasnya.