Jaga Ketersediaan Bahan Baku Batik, Pemkot Sosialisasikan Perda Pengawasan

Perlu adanya peraturan daerah untuk menjaga ketersediaan bahan baku batik agar produk kerajinan batik tidak terancam dari kelangkaan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan mensosialisasikan Perda Nomor 7 Tahun 2019 megenai Ketersediaan Bahan Baku Batik kepada para pelaku batik se-Indonesia yang digagas oleh Pemkot Pekalongan melalui Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah (Dindagkop-UKM). Demikian disampaikan Kepala Dindagkop-UKM Kota Pekalongan usai menghadiri acara Seminar Nasional Konsensi Eksistensi Batik Melalui Regulasi Pembatikan yang berlangsung di Hotel Pesonna Kota Pekalongan, Selasa siang (8/10/2019).
Acara seminar yang bertajuk Menggagas Implementasi Pelaksanaan Regulasi Batik Tentang Ketersediaan Bahan Baku Batik ini dihadiri oleh puluhan pelaku usaha batik yang ada di Kota Pekalongan maupun luar daerah se-Indonesia. Adapun narasumber dalam seminar tersebut yakni dari Pekalongan Creative City Forum (PCCF), Mujiyono SE MM, Kementerian Perindustrian RI, Bhakti Widyasari Ikaningtyas ST MSE, Serikat Pengrajin Batik Pasirsari (SERBAPAS), H Dhodikin.
Kepala Dindagkop-UKM Kota Pekalongan, Bambang Nurdiyatman SH mengungkapkan bahwa acara seminar ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan-masukan dari pengimplementasian Perda Nomor 7 Tahun 2019 untuk terus ditindaklanjuti. Hal ini menjadi persoalan yang harus diantisipasi dan perlunya pengawasan bersama. Perda ini nantinya akan mengatur tentang mekanisme ketersediaan bahan baku batik serta strategi pengadaan bahan baku batik ketika diperlukan agar lebih mudah didapatkan.
“Perda tersebut mengatur tentang pembinaan dan pengawasan khususnya ketersediaan bahan baku batik seperti mori, malam, pewarna untuk harus diawasi ketersediaannya agar tidak langka, jika langka apa penyebabnya, apakah ada penimbunan atau kendala apa yang dialami para pelaku usaha batik selama ini,” tutur Bambang.
Menurut Bambang, perda tersebut perlu ditindaklanjuti dan secara teknis dijabarkan lebih rinci dengan membentuk Peraturan Walikota (Perwal) termasuk mengenai pelanggaran-pelanggaran dan sanksinya. Pasalnya, batik ini merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjanjikan, dari sisi pengrajinnya juga semakin banyak dan telah merambah ke daerah-daerah lainnya. Sehingga, sangat menjanjikan dapat di ekspor dengan jumlah yang tidak terbatas.
“Sebagai pemerintah kami melakukan pengawasan, sedangkan pelaku batik melaporkan siapa yang jika ada pelanggaran-pelanggaran terkait ketersediaan bahan baku seperti siapa yang menimbun, dan sebagainya. Setelah pengimplementasian Perda ini harapan kami bisa mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat, dimana persoalan harga yang kadang naik turun, di kurun waktu tertentu mengalami kelangkaan, dan sebagainya,” jekas Bambang.
Adanya pengimplementasian upaya payung hukum Perda Ketersediaan Bahan Baku Batik tersebut disambut baik oleh salah satu pelaku usaha batik, Ikhwatun Mufida yang saat ini merasa di momen-momen tertentu seperti pada saat menjelang lebaran terjadi kelangkaan bahan baku batik. Mufida juga berharap perlunya didirikan material center sebagai alternatif menjaga ketersediaan bahan baku batik.
“Adanya material center kami merasa perlu sekali, jika tidak ada yang mengatur tersebut,kami mendapatkan material bahan batik terkadang kesusahan, di beberapa toko kurang lengkap dan harus lewat pihak ketiga (perantara). Ketika ada orderan banyak, kami kesusahan jika pihak ketiga tersebut pasokannya kosong, sehingga jika ada material center ini bisa membantu kami mendapatkan harga yang kompetitif dan efisiensi rantai pasok bahan baku,” pungkas Fida.