Hadiri Nonton Bareng Film Semesta, Aaf Ajak Masyarakat Cintai dan Lebih Peduli Alam Sekitar

Kota Pekalongan - Kota Pekalongan sudah tidak asing lagi dengan dampak perubahan iklim yang berupa peristiwa-peristiwa bencana iklim,salah satunya banjir rob. Dibutuhkan suatu upaya adaptasi sebagai bentuk tindakan responsif yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengantisipasi dampak yang diterima.

Saat ini Kota Pekalongan sebagai salah satu kota di Indonesia yang terdampak perubahan iklim menjadi daerah yang mendapatkan perhatian dari Lembaga Kemitraan (Patnership for Governance Reform) Jakarta untuk mendapat bantuan penanganan banjir rob sebesar Rp 86 miliar melalui program Adaptation Fund (AF).

Oleh karena itu, guna meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih mencintai dan peduli terhadap lingkungannya, Pemerintah Kota Pekalongan bekerjasama dengan Kemitraan menyelenggarakan kegiatan Nonton dan Diskusi Bareng Film Semesta di XXI Transmart Kota Pekalongan,Senin siang(6/12/2021). Hadir dalam kegiatan tersebut, Walikota Pekalongan,HA Afzan Arslan Djunaid,SE, didampingi Ketua TP PKK Kota Pekalongan, Hj Inggit Soraya,Ssn,dan kepala OPD terkait,serta melibatkan generasi muda diantaranya para pelajar sekolah, mahasiswa/mahasiswi, 16 komunitas dan organisasi masyarakat kelurahan, dan tokoh agama serta insan pers.

Film Semesta yang tayang perdana pada tahun 2020 lalu merupakan  garapan sutradara Chairun Nissa di bawah naungan Tanakhir Films dan digawangi Mandy Marahimin dan Nicholas Saputra ini menggugah ingatan tentang keselarasan antara manusia dan alam. Film ini berkisah tentang tujuh sosok di tujuh provinsi Indonesia yang bergerak mengurangi dampak perubahan iklim. Para sosok ini merawat alam Indonesia atas dorongan agama, kepercayaan dan budaya masing-masing. Diantaranya melalui tokoh Soraya Cassandra yang merupakan petani kota pendiri Kebun Kumara, Jakarta. Ia melakukan kampanye prinsip-prinsip belajar dari alam yang secara kreatif mengubah tanah di kota menjadi hijau kembali. Kemudian, tokoh Agustinus Pius Inam adalah Kepala Dusun Sungai Utik, Kalimantan Barat. Ia memastikan pentingnya penduduk desa memahami dan mengikuti langkah tata cara adat dalam melindungi dan melestarikan hutan. Bagi masyarakat hutan adat di Dusun Sungai Utik, tanah adalah ibu, sedangkan air adalah darah. Komponen-komponen tersebut perlu dijaga dari segala ancaman kerusakan khususnya deforestasi,dan sejumlah cerita dari tokoh inspiratif lainnya. 

Usai menonton film tersebut, Walikota yang akrab disapa Aaf tersebut mengajak masyarakat di Kota Pekalongan untuk lebih peduli terhadap lingkungannya. Pasalnya, di semua agama,kepercayaan, maupun budaya di setiap daerah pada intinya sama-sama mengajarkan manusia untuk mencintai dan memelihara lingkungan alam sekitar.

“Alhamdulillah kita barusan nonton bareng Film Semesta bekerjasama dengan Kemitraan Jakarta. Yang bisa diambil pelajaran dari menonton film ini adalah masyarakat harus lebih peduli terhadap lingkungan,jangan selalu dibebankan ke pemerintah,jangan saling menyalahkan padahal kita sendiri belum berbuat apa-apa,” tegas Aaf.

Aaf menceritakan intisari dari film tersebut dimana di salah satu scene budaya Kalimantan Barat, dimana masyarakat disana sudah turun temurun dari leluhurnya untuk  menolak penebangan pohon secara liar (illegal logging). Warga disana betul-betul menjaga ekosistem sungai dan hutannya,bahkan binatang apa yang boleh diburu dan tidak juga warga disana sudah sadar. Kemudian, di budaya Aceh, bagaimana eksploitasi hutan itu berubah menjadi ladang sawit yang menjadikan kawanan Gajah turun ke permukiman warga desa,karena di hutan yang merupakan habitat mereka sudah habis karena ulah manusia, sehingga kawanan Gajah itu kekurangan makanan.

“Ini beberapa contoh  efek dari alam itu sendiri semuanya dari ulah manusia,tinggal bagaimana cara kita memelihara dan mempertahankan kelestarian alam kita itu merupakan sebuah keharusan. Semuanya dimulai dari diri sendiri,dengan didukung peran dari tokoh masyarakat dan tokoh agama, seperti yang dikisahkan di film tersebut, di NTT ada pastur yang menginisiasi pembangkit listrik dari aliran air sungai,ternyata disitu pemeliharaan genset karena hujan lebat, kayu-kayu untuk tiang kabel yang sudah keropos,upaya menjaga kelestarian alam ini tidak selalu dengan uang,melainkan kita bisa dengan mengerahkan tenaga dan memanfaatkan pohon/bambu untuk tiang tersebut. Banyak sekali pesan moral yang disampaikan di film Semesta ini. Harapan kita, generasi-generasi muda ini diajak untuk bersama-sama menjaga alam dan budaya kita,” terang Aaf.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Kemitraan Jakarta, Laode M Syarif menyebutkan, Kemitraan Jakarta memiliki program untuk membantu Kota Pekalongan yang berhubungan dengan penanganan banjir rob,oleh karena itu,salah satu komponen penanganan tersebut, disamping penanaman mangrove dan pembuatan flood barrier (penahan banjir) supaya air laut tidak naik ke daratan, tentu ingin meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan hidup.

“Kebetulan film Semesta itu bercerita tentang 7 tokoh inspiratif yang menjaga alam di sekitar tempat tinggal mereka. Kita berharap, setelah film itu ditonton khususnya oleh kaum muda,nantinya mereka tergerak hatinya untuk menjaga lingkungan dan alam di Kota Pekalongan agar lebih terawat, bebas rob dan sampah, dan masyarakatnya lebih bergairah untuk melakukan konservasi alam seperti menanam mangrove, dan penghijauan kembali,serta upaya-upaya yang berdampak positif lainnya terhadap alam,” papar Laode.

Laode membeberkan,Kemitraan sebagai unit kerja yang sudah berakreditasi berupaya untuk turut serta dalam menanggulangi permasalahan ini melalui kerjasama dengan Pemerintah Kota Pekalongan untuk membangun kapasitas para pemangku kepentingan dan mengadvokasi kebijakan ketahanan iklim. 

“Jadi,kami mengelola Adaptation Fund yang salah satu proyeknya untuk membantu Kota Pekalongan agar masyarakat terkena dampak rob semakin berkurang atau air banjir robnya tidak tambah lagi ke daratan. Kami terus berkoordinasi dengan Pemkot Pekalongan,Pemprov Jawa Tengah untuk membangun tanggul, menggalakkan penanaman pohon mangrove/bakau agar air rob tidak semakin hari semakin ke darat,dan kami ingin memperkaya mangrove yang sudah ada sebelumnya tetapi kondisi sebagian sudah tercabut dan rusak itu untuk bisa dirawat kembali, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungannya. Program ini memang berkelanjutan (multiyears) selama 3 tahun ke depan,” pungkas Laode.


(Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)