Generasi Batik Dibekali Pembuatan Warna Alam

Selain ramah lingkungan, pemakaian warna alam membuat batik lebih menarik. Bahkan pemakaian warna alam menjadi tuntutan zaman berbagai negara yang tengah menggalakkan produk-produk back to nature. Guna membekali generasi penerus batik di Kota Pekalongan, Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kota Pekalongan (Dindagkop-UKM) menggelar Workshop Regenerasi Batik “Batik Masa Depan Back to Nature” di Omah Kreatif Batik Kauman, Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, Senin (7/10/2019).
Workshop yang digelar untuk memperkenalkan limbah kulit mangrove sebagai pewarna batik ini menghadirkan Praktisi R Hoesein Eddy Winoto sebagai narasumber. Workshop yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai paguyuban batik di Kota Pekalongan ini juga dihadiri oleh Komisi Nasional Indonesia (KNI) UNESCO.
Usai membuka acara Kepala Dindagkop-UKm, Bambang Nurdiyatman SH mengungkapkan bahwa kegiatan workshop regenerasi batik ini kaitannya dengan gelaran Pekan Batik Pekalongan 2019 yang tengah diselenggarakan. “Dindagkop-UKM Kota Pekalongan rutin menggelar workshop tetapi pada momen kali ini ini membekali generasi batik Kota Pekalongan dengan batik warna alam. “Kami ingin generasi muda yang baru mengenal batik bisa memulai dengan memanfaatkan warna alam dalam proses membatik,” beber bambang.
Menurut Bambang saat ini tuntutan masyarakat luar negeri banyak yang kembali ke alam. Selain meningkatkan nilai jual batik dengan warna alam tentu akan lebih ramah terhadap lingkungan. “Inilah yang harus mulai dibekalkan ke generasi muda agar bisa menekuni batik warna alam,” kata Bambang.
Sementara itu Ketua Perkumpulan Kampoeng Batik Kauman HM Husni Mubarok menyampaikan rasa syukurnya di Omah Kreatif Batik Kauman ini dapat diselenggarakan workshop regenerasi batik dan pengelolaan mangrove. “Kami hadirkan pakar dari Slamaran yang membahas bagaimana kulit mangrove menjadi zat yang bisa digunakan untuk proses pewarnaan batik,” tandas Husni.
Disampaikan Husni, para peserta bisa memanfaatkan ilmu mewarnai menggunakan kulit mangrove dan warna alam dari bahan lainnya. “Dengan warna alam ini kita kenalkan batik yang ramah lingkungan, menggunakan potensi tumbuhan yang ada di Pekalongan dan sekitarnya untuk membuat pewarna alam sehingga pencemaran sungai yang terjadi dapat diminimalkan,” ungkap Husni.
Praktisi R Hoesein Eddy Winoto menyampaikan teori sekaligus praktik melakukan pewarnaan pada kain. Menurutnya, teknik pewarnaan alam harus dipersiapkan untuk masa depan batik yang lebih kompetitif. “Mari mulai berkreasi dengan membuat warna alam, kita tidak boleh selalu menggantungkan pada hal instan, selain membuat batik harapannya ke depannya juga dapat membuat bahan baku batik atau pewarnanya,” tukas Hoesein.