Gandeng Yayasan Swasta, DLH Bentuk Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Pasar Grogolan

Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat terus berupaya mengurangi sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Degayu yang semakin overload. Sejumlah upaya dilakukan untuk fokus mengurangi sampah dari sumbernya, salah satunya dengan menggandeng pihak yayasan swasta yakni Yayasan Danamon Peduli membentuk Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu yang berlokasikan di Pasar Grogolan Pekalongan.

Kepala DLH Kota Pekalongan, Joko Purnomo menjelaskan bahwa, terkait permasalahan sampah di Kota Pekalongan sampai saat ini Pemerintah Kota Pekalongan masih terus berupaya untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA Degayu. Dimana, setiap harinya sampah yang dibuang ke TPA mencapai 120 ton. Untuk mengatasi hal tersebut, DLH bekerjasama dengan Yayasan Swasta untuk menggiatkan pengelolaan sampah terpadu di Pasar Grogolan Pekalongan.

"Disana terdapat budidaya pemanfaatan maggot atau larva dewasa yang berasal dari telur Black Soldier Fly (BSF) guna mengurai sampah organik yang ada di Pasar Grogolan seperti sayur dan buah-buahan. Namun dibalik pengelolaan sampah, maggot juga memiliki nilai ekonomis bagi sektor peternakan dan perkebunan. Masyarakat kini bisa mengurai sampah sekaligus juga memberi pakan ternak seperti ayam dan lele menggunakan maggot," ucap Joko.

Disampaikan Joko, di lokasi tersebut juga sudah ada mesin pencacah sampah yang akan menghancurkan sampah-sampah organik baik yang lunak dan kasar untuk kemudian menjadi bubur organik sebagai menjadi pakan maggot. Hal itu pun sekaligus mengurai sampah agar tidak langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sementara itu, sampah anorganik diolah untuk masuk ke bank sampah ataupun dijual. Menurutnya, pengelolaan sampah terpadu di Pasar Grogolan tersebut berjalan dengan baik dan memuaskan hasilnya. Sehingga, nantinya upaya ini bisa menjadi percontohan pengolahan sampah terpadu.

"Sampah ini ibarat seperti emas hitam, dari anorganik seperti plastik dan kardus dijual masih laku, sedangkan sampah organik yang dulunya dibuang sekarang bisa dimanfaatkan untuk media budidaya maggot dan dari maggot bisa sebagai pakan ayam dan lele, sehingga ke depan kalau masyarakat yang tergerak berpartisipasi bersama bisa menjadi suatu komunitas budidaya yang bernilai ekonomis seperti komunitas ternak lele, komunitas ternak ayam, maupun komunitas ternak maggot, dan sebagainya,"terangnya.

Lanjut Joko menambahkan, jika siklus ini bisa berjalan lancar, juga bisa menumbuhkan entrepreneur-entrepreneur baru yang bergerak dalam pengolahan sampah di Kota Pekalongan. Disamping itu, dari upaya pengolahan sampah ini juga bisa meningkatkan ketahanan pangan, mengingat bahan pangan yg dihasilkan harganya bisa disetting lebih murah.

"Bahkan, bisa masuk ke e-warung serta mendukung penanganan anak-anak stunting, karena dari bahan pangan yang dihasilkan ini bisa menghasilkan berbagai protein dengan harga yang lebih murah. Kalau bisa sinergi bersama, mudah-mudahan stunting berkurang, pengangguran berkurang pertumbuhan ekonomi meningkat dan berdampak baik terhadap lingkungan sekitar," tegasnya.

Sementara itu, pengelola sampah Pasar Grogolan Pekalongan, Dedi membenarkan bahwa, pengolahan sampah di Pasar Grogolan ini menggunakan maggot, dimana sampah organik dari sayuran dan buah yang tidak terpakai diberikan untuk makan maggot yang diuraikan sekitar 2-3 hari. Kemudian, akan menjadi kasgot dan bisa diolah kembali. Untuk maggot yang berusia 1-20 hari dimanfaatkan untuk pakan ternak ayam.

"Pemberian maggot untuk pakan ternak ini justru kandungannya lebih banyak proteinnya. Kami juga rencana akan membuat pur ayam sendiri dari maggot dan menambah ternak lele di lokasi ini sehingga pengolahan sampah terpadu ini bisa memberikan manfaat yang lebih banyak ke masyarakat sekitar," tandasnya.