Evaluasi Pelaksanaan SPMB, DPRD Soroti Pemerataan Mutu SMP dan Subsidi untuk Siswa Kurang Mampu

Kota Pekalongan – Pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 di Kota Pekalongan menjadi sorotan dalam Rapat Kerja Evaluasi yang digelar Komisi C DPRD Kota Pekalongan bersama Dinas Pendidikan (Dindik) setempat, bertempat di Ruang Rapat Komisi C DPRD setempat, Senin (30/6/2025). Rapat ini menghadirkan jajaran Dindik, perwakilan kepala SMP negeri, serta admin SPMB untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses yang telah berlangsung.
 
Ketua Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Budi Setiawan, menjelaskan bahwa, secara garis besar pelaksanaan SPMB tahun ini telah berjalan cukup baik, terutama karena telah mengikuti ketentuan dari Pemerintah Pusat. Namun demikian, sejumlah persoalan teknis dan ketimpangan antar sekolah masih perlu mendapat perhatian khusus.
 
“Proses SPMB tahun ini sudah relatif bagus, tinggal bagaimana Pemkot melalui Dindik menjalankan aturan yang sudah ditetapkan. Kami undang Dindik dan pihak sekolah untuk mendengar langsung proses pelaksanaan yang sudah selesai ini. Tidak ada persoalan serius, tetapi tetap ada satu dua hal yang harus jadi perhatian,” ujar pria yang akrab disapa Wawan ini.
 
Ia menyoroti adanya sejumlah SMP yang belum memenuhi kuota rombongan belajar (rombel), terutama karena masih adanya anggapan di masyarakat bahwa sekolah-sekolah tersebut kurang favorit. Komisi C mendorong agar Pemerintah Kota melalui Dinas Pendidikan memberikan anggaran tambahan kepada sekolah-sekolah tersebut agar bisa meningkatkan mutu dan fasilitas pendidikannya.
 
“Kalau sekolah-sekolah ini bisa ditingkatkan kualitasnya, maka akan lebih menarik bagi lulusan SD dan tidak terjadi penumpukan hanya di sekolah-sekolah favorit. Paling tidak, mereka bisa sejajar dan mampu bersaing dalam mutu,” lanjutnya.
 
Wawan juga mengungkapkan bahwa selama proses pendaftaran SPMB berlangsung, pihaknya banyak menerima keluhan dari masyarakat, khususnya melalui pesan WhatsApp dan tatap muka. Salah satu keluhan utama berasal dari ketidakpahaman masyarakat terhadap aturan baru dalam sistem SPMB, termasuk terkait zonasi.
 
“Banyak orang tua siswa yang bingung, karena ada siswa dengan nilai tinggi tidak diterima, tapi yang nilainya lebih rendah justru diterima. Setelah dikonfirmasi ke sekolah dan Dindik, ternyata ini karena sistem zonasi yang kini terbagi dalam tiga wilayah, dan dalam satu zonasi, persaingan bukan hanya dari nilai tapi juga jarak tempat tinggal dan peringkat sesuai jalurnya,” jelasnya.
 
Menanggapi hal tersebut, dirinya juga menyampaikan aspirasi masyarakat mengenai pentingnya keberpihakan kepada siswa dari keluarga kurang mampu yang tidak diterima di sekolah negeri. Ia meminta agar pemerintah memberikan subsidi biaya pendidikan bagi anak-anak tersebut agar mereka tetap bisa mengenyam pendidikan yang layak di sekolah swasta.
 
“Ketika siswa tidak tertampung di SMP negeri dan harus masuk ke sekolah swasta, maka perlu ada intervensi pemerintah. Khususnya bagi keluarga yang tidak mampu, perlu ada subsidi biaya pendidikan agar anak-anak ini tidak terbebani secara finansial. Ini akan kami dorong terus untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.
 
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekalongan, Mabruri, mengakui bahwa, pelaksanaan SPMB tahun ini memiliki banyak tantangan, terutama karena keterbatasan waktu dan regulasi yang baru turun mendadak dari pusat. Hal ini membuat sosialisasi kepada masyarakat tidak bisa dilakukan secara maksimal.
 
“Kami memang menerima banyak evaluasi, baik dari orang tua langsung, maupun melalui aspirasi yang disampaikan anggota DPRD. Kami akui ada kekurangan dalam sosialisasi, tapi ini bukan karena kami abai, melainkan karena begitu banyaknya persiapan yang harus kami jalankan dalam waktu singkat,” jelas Mabruri.
 
Mabruri menegaskan bahwa, seluruh proses pendaftaran telah berjalan baik secara daring (online), mencakup 17 SMP negeri dan 6 sekolah swasta yang terlibat dalam sistem SPMB online. Ia menjelaskan, meski ada 333 siswa yang semula belum tertampung dalam proses daring, akhirnya 88 di antaranya berhasil masuk ke SMP negeri yang mengalami kekurangan siswa melalui pendaftaran offline. Sisanya, sebanyak 245 siswa, tertampung di sekolah swasta.
 
“Jadi sebenarnya tidak ada anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena kekurangan bangku. Kuota SMP yang tersedia tahun ini lebih banyak dari jumlah lulusan SD,” ungkap Mabruri.
 
Terkait siswa kurang mampu yang masuk ke sekolah swasta, Mabruri menegaskan, bahwa Dindik telah mengalokasikan anggaran dalam bentuk bantuan Jasa Kinerja (Jaskin) kepada sekolah swasta dan madrasah. Bantuan ini dapat digunakan untuk meringankan beban biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu.
 
“Kami menyadari bahwa sekolah swasta tidak gratis. Oleh karena itu, kami alokasikan bantuan Jaskin, dan bila ada siswa dari keluarga tidak mampu, sekolah bisa mengajukan bantuan untuk mereka. Kami juga sedang menyusun landasan hukum yang lebih kuat agar keberpihakan ini bisa menjangkau siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri namun berasal dari keluarga kurang mampu,” tukasnya. (Tim Liputan Kominfo/Dian)