Dua Breakwater Dibangun, Kota Pekalongan Upayakan Perlindungan Pesisir dari Ancaman Abrasi

Kota Pekalongan – Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan terus menunjukkan komitmennya dalam menghadapi ancaman perubahan iklim dan kerusakan lingkungan pesisir. Salah satu langkah nyata yang kini tengah diupayakan adalah pembangunan pemecah gelombang (breakwater) di Pantai Bandengan, kawasan sekitar Krematorium, guna mencegah abrasi yang kian parah di wilayah tersebut. Pembangunan ini merupakan hasil kolaborasi antara Kemitraan Indonesia bersama Pemerintah Kota Pekalongan yang didukung oleh Program Adaptation Fund.
Senior Program Manager Kemitraan Indonesia, Abimanyu Sasongko Aji, saat ditemui di lokasi proyek menjelaskan bahwa, pembangunan rubble mound breakwater atau pemecah gelombang berbahan dasar tumpukan batu alam ini bertujuan untuk meminimalisir energi gelombang laut yang terus mengikis garis pantai.
“Saat ini kita sedang berada di lokasi pembangunan rubble mound breakwater, yakni pemecah atau pelindung gelombang yang terbuat dari tumpukan batu-batu alam. Nanti akan dibangun dua breakwater di Pantai Bandengan atau sekitar Kawasan Krematorium Kota Pekalongan,” ujarnya, Senin (07/07/2025),
Abimanyu menuturkan, kondisi abrasi di kawasan tersebut sudah sangat memprihatinkan. Permukaan air laut yang terus naik, disertai kekuatan ombak yang semakin besar, telah mengakibatkan garis pantai mundur beberapa meter ke daratan. Bahkan, vegetasi mangrove yang sebelumnya tumbuh di area tersebut kini mulai terdegradasi.
“Disini abrasinya luar biasa. Permukaan air laut terus naik, ombak makin kuat, garis pantainya juga sudah mundur sekian meter, dan mangrove yang dulu ada kini mulai rusak. Harapan kami, dengan adanya breakwater ini, sedimen bisa kembali dan ekosistem mangrove bisa pulih,” jelasnya.
Menurutnya, pembangunan breakwater ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung fisik wilayah pesisir, tetapi juga sebagai bagian dari aksi adaptasi perubahan iklim yang berorientasi jangka panjang. Ini menjadi proyek pertama Kemitraan di wilayah pantura yang didanai oleh Adaptation Fund, mengingat proyek ini berada di ruang laut yang menjadi domain kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
“Kendati domainnya ada di Provinsi, manfaatnya jelas untuk masyarakat dan wilayah Kota Pekalongan. Kami targetkan kedua unit breakwater ini rampung pada November 2025,” imbuhnya.
Abimanyu juga memaparkan, masing-masing unit breakwater akan dibangun dengan panjang 150 meter, lebar 21 meter, dan tinggi 3 meter, dengan jarak celah antar unit sekitar 100 meter. Pengerjaan fisik sudah dimulai sejak dua minggu lalu dengan total anggaran mencapai Rp16,3 miliar, termasuk perencanaan dan pelaksanaan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Pekalongan, Bambang Sugiharto, menyampaikan apresiasinya kepada Kemitraan Indonesia dan Adaptation Fund atas kepeduliannya terhadap permasalahan abrasi yang dihadapi oleh Kota Pekalongan.
“Kami sangat berterima kasih, meskipun yang dibangun saat ini baru dua unit breakwater dari total kebutuhan lima unit, ini sudah merupakan langkah besar untuk menyelamatkan pesisir Pekalongan,” ungkap Bambang.
Ia menjelaskan, selama ini Pemerintah Kota Pekalongan telah berupaya membangun infrastruktur proteksi pantai seperti revetment, geotube, dan struktur lainnya. Namun, konstruksi-konstruksi tersebut kini sudah tidak efektif lagi karena terus-menerus tergerus oleh gelombang dan penurunan tanah (landsubsidence) yang terjadi di pesisir.
“Dengan adanya breakwater ini, kami berharap dapat mengatasi abrasi dan mampu mengubah perilaku pantai serta pola sedimentasi, khususnya di sebelah barat Krematorium. Ini solusi jangka panjang yang juga memperhitungkan faktor landsubsidence berkat perencanaan matang yang melibatkan ahli dari ITB dan Undip,” terangnya.
Lebih lanjut, Bambang menambahkan bahwa, karena pembangunan breakwater berada di wilayah kewenangan Provinsi, maka aset fisik breakwater kemungkinan besar akan menjadi milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Pemerintah Kota Pekalongan akan menerima manfaat langsung dari keberadaan infrastruktur tersebut.
“Kami menyadari bahwa kewenangan ruang laut ada di provinsi, tetapi dari sisi manfaat jelas akan sangat berarti bagi warga Kota Pekalongan. Yang penting, abrasi bisa ditekan, ekosistem pantai bisa pulih, dan masyarakat pesisir bisa lebih terlindungi,” pungkasnya. (Tim Liputan Kominfo/Dian)