Cegah Stunting, Dinkes Konsolidasikan RADPG

Pemerintah pusat sampai dengan pemerintah daerah tak henti-hentinya mengkampanyekan pencegahan stunting. Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pekalongan menggelar Pertemuan Konsolidasi RADPG (Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi) dalam Penanggulangan Stunting di Kota Pekalongan di Ruang Jetayu, Setda Kota Pekalongan, Selasa (9/7/2019). Kegiatan ini untuk mensinergikan kegiatan di semua sektor atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Pekalongan yang berhubungan dengan pencegahan stunting.
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Stunting terjadi sejak dalam kandungan dan akan nampak saat anak berusia 2 tahun. Saat ini prevalensi stunting atau di Indonesia adalah 37,2% yakni 8 juta anak Indonesia mengalami pertumbuhan tidak maksimal atau lebih dari 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting.
Hal ini dipaparkan Plt Sekretaris Dinkes Kota Pekalongan, dr Tunggul Pamungkas MMed PH. “Dampak stunting yakni mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, saat tua berisiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan, fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang, mengakibatkan kerugian ekonomi, dan postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Stunting ini dapat dicegah dengan cara memberikan ASI dan makanan pendamping ASI, akses air bersih dan fasilitas sanitasi, pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, serta memantau pertumbuhan balita di posyandu,” terang Tunggul.
Menurut Tunggul, angka stunting sebetulnya dapat dicegah melalui skrining faktor risiko, misalnya pada ibu hamil akan muncul sejak awal kehamilan sehingga harus diintervensi pemenuhan gizinya agar tidak menjadi stunting. “Saat ini angka nasional menunjukkan 37% meskipun di Kota Pekalongan jauh di bawahnya. Berbagai kegiatan atau program telah dilaksanakan di Kota Pekalongan, yakni Kesehatan Reproduksi Remaja yakni pemberian penjelasan gizi dan sebagainya. Kemudian terhadap ibu hamil, pada masa kehamilan dilakukan ini antenatal care (ANC) yang minimal 4 kali dilakukan 6-8 kali,” jelas Tunggul.
Tunggul menyampaikan bahwa ada kelas ibu hamil untuk mengedukasi para ibu hamil di Kota Pekalongan, ini dilakukan agar anak-anak lahir dalam kondisi terjamin dengan asupan dan gizi yang cukup sehingga kemungkinan stunting menjadi kecil. “Kegiatan yang terkait dengan stunting tak hanya dilakukan oleh dinkes tapi juga dilaksanakan secara sektoral. Masing-masing sektor seperti Dinperpa, Bappeda, dan Dinsos P2KB pasti punya program terkait dengan pencegahan stunting hanya belum dipadukan, inilah yang harus dijadikan satu atau disinergikan agar golnya sama,” ujar Tunggul.
Tunggul melihat angka gizi buruk di Kota Pekalongan paling tinggi 6% di daerah Selatan sehingga anak yang stunting muncul juga dari Selatan, kalau anak wasting (kurus) di daerah Barat. Gizi buruk akan diberikan perhatian lebih, diberikan makanan tambahkan dan dikonsultasikan di rumah gizi. “Rencana aksi di Kota Pekalongan ini kami akan mengkonsolidsikan kegiatan di masing-masing sektor. Kami akan susun program bersama, membuat ikon bersama untuk kegiatan pencegahan stunting. Ini semata-mata agar masyarakat dapat diedukasi sehingga tidak terjadi stunting di kemudian hari,” pungkas Tunggul.
Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Stunting terjadi sejak dalam kandungan dan akan nampak saat anak berusia 2 tahun. Saat ini prevalensi stunting atau di Indonesia adalah 37,2% yakni 8 juta anak Indonesia mengalami pertumbuhan tidak maksimal atau lebih dari 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting.
Hal ini dipaparkan Plt Sekretaris Dinkes Kota Pekalongan, dr Tunggul Pamungkas MMed PH. “Dampak stunting yakni mudah sakit, kemampuan kognitif berkurang, saat tua berisiko terkena penyakit berhubungan dengan pola makan, fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang, mengakibatkan kerugian ekonomi, dan postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Stunting ini dapat dicegah dengan cara memberikan ASI dan makanan pendamping ASI, akses air bersih dan fasilitas sanitasi, pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, serta memantau pertumbuhan balita di posyandu,” terang Tunggul.
Menurut Tunggul, angka stunting sebetulnya dapat dicegah melalui skrining faktor risiko, misalnya pada ibu hamil akan muncul sejak awal kehamilan sehingga harus diintervensi pemenuhan gizinya agar tidak menjadi stunting. “Saat ini angka nasional menunjukkan 37% meskipun di Kota Pekalongan jauh di bawahnya. Berbagai kegiatan atau program telah dilaksanakan di Kota Pekalongan, yakni Kesehatan Reproduksi Remaja yakni pemberian penjelasan gizi dan sebagainya. Kemudian terhadap ibu hamil, pada masa kehamilan dilakukan ini antenatal care (ANC) yang minimal 4 kali dilakukan 6-8 kali,” jelas Tunggul.
Tunggul menyampaikan bahwa ada kelas ibu hamil untuk mengedukasi para ibu hamil di Kota Pekalongan, ini dilakukan agar anak-anak lahir dalam kondisi terjamin dengan asupan dan gizi yang cukup sehingga kemungkinan stunting menjadi kecil. “Kegiatan yang terkait dengan stunting tak hanya dilakukan oleh dinkes tapi juga dilaksanakan secara sektoral. Masing-masing sektor seperti Dinperpa, Bappeda, dan Dinsos P2KB pasti punya program terkait dengan pencegahan stunting hanya belum dipadukan, inilah yang harus dijadikan satu atau disinergikan agar golnya sama,” ujar Tunggul.
Tunggul melihat angka gizi buruk di Kota Pekalongan paling tinggi 6% di daerah Selatan sehingga anak yang stunting muncul juga dari Selatan, kalau anak wasting (kurus) di daerah Barat. Gizi buruk akan diberikan perhatian lebih, diberikan makanan tambahkan dan dikonsultasikan di rumah gizi. “Rencana aksi di Kota Pekalongan ini kami akan mengkonsolidsikan kegiatan di masing-masing sektor. Kami akan susun program bersama, membuat ikon bersama untuk kegiatan pencegahan stunting. Ini semata-mata agar masyarakat dapat diedukasi sehingga tidak terjadi stunting di kemudian hari,” pungkas Tunggul.