Cegah DBD, Dinkes Kota Pekalongan Dorong Penguatan PSN dan Edukasi Kader Jumantik Sekolah

Kota Pekalongan – Angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Pekalongan mengalami peningkatan signifikan sepanjang tahun 2025. Hingga akhir Mei, sebanyak 103 kasus telah tercatat oleh Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, dengan satu korban meninggal dunia. Kondisi ini menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat penyakit DBD merupakan salah satu ancaman kesehatan yang kerap muncul saat musim pancaroba.
 
Epidemiolog Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, Opick Taufik, menyampaikan bahwa, lonjakan kasus ini berasal dari laporan puskesmas dan rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Kota Pekalongan. Ia menegaskan bahwa, pihaknya bersama jajaran puskesmas telah melakukan berbagai langkah pencegahan secara berkelanjutan guna menekan angka penularan.
 
“Kader puskesmas terus melakukan sosialisasi pencegahan DBD ke masyarakat, menyampaikan informasi tentang bahaya penularan virus Dengue melalui berbagai media, serta mengingatkan masyarakat pentingnya menerapkan 3M Plus,” jelas Opick.
 
Langkah 3M Plus yang dimaksud meliputi: menguras, menutup, dan mengubur barang-barang yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk, serta ditambah dengan menjaga kebersihan lingkungan dan daya tahan tubuh agar tidak mudah terpapar penyakit.
 
Dalam beberapa pekan terakhir, Dinas Kesehatan menerima banyak permintaan fogging dari masyarakat. Namun, Opick menegaskan bahwa fogging bukanlah solusi utama, dan penggunaannya harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
 
“Fogging tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada bukti kasus DBD di lokasi tersebut. Kenapa? Karena fogging hanya efektif untuk membasmi nyamuk dewasa yang sudah membawa virus Dengue, bukan mencegah munculnya nyamuk,” tegasnya.
 
Ia menambahkan, justru Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) adalah kunci utama dalam mencegah penyebaran DBD. Oleh karena itu, kesadaran dan keterlibatan masyarakat sangat penting dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya masing-masing.
 
Opick juga mengingatkan bahwa pola cuaca saat ini yang cenderung tidak menentu, dengan hujan pada sore hingga malam dan panas terik pada siang hari, menciptakan kondisi ideal bagi nyamuk Aedes Aegypti untuk berkembang biak. Hal ini berpotensi menambah kasus baru.
 
"Sering kali masyarakat melihat gejala panas tinggi langsung mengira DBD dan meminta fogging. Padahal, bisa saja itu bukan DBD, melainkan tipes, diare, atau infeksi saluran pernapasan. Kekhawatiran ini wajar, tetapi perlu diimbangi dengan informasi yang benar dan langkah-langkah yang tepat,” ujarnya.
 
Sebagai bentuk pencegahan jangka panjang, Dinas Kesehatan telah melakukan pelatihan intensif bagi kader jumantik dari kalangan anak sekolah. Pasalnya, data menunjukkan bahwa 68 persen kasus DBD menyerang anak usia 5–14 tahun, yang merupakan usia sekolah.
 
“Sejak tahun lalu, kami sudah melatih guru UKS dan siswa SD/MI agar menjadi kader jumantik cilik. Mereka kami harapkan mampu mengidentifikasi dan memberantas jentik nyamuk di lingkungan sekolah maupun rumah, serta menjadi agen perubahan di masyarakat,” papar Opick.
 
Hingga saat ini, seluruh SD/MI di Kota Pekalongan telah memiliki kader jumantik mandiri yang aktif. Tidak hanya di sekolah, pelatihan kader jumantik juga sudah menjangkau masyarakat umum di tingkat RT/RW, sehingga pengawasan jentik nyamuk bisa dilakukan secara luas dan berkesinambungan.
 
Opick mengingatkan kembali bahwa, DBD adalah penyakit yang belum memiliki vaksin yang tersebar luas di masyarakat umum, sehingga pencegahan harus menjadi fokus utama. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak hanya bergantung pada pemerintah dalam pengendalian DBD.
 
“Pencegahan lebih baik daripada mengobati. Kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan rutin membersihkan tempat penampungan air dan lingkungan rumah, kita bisa mencegah DBD sejak dini,” pungkasnya. (Tim Liputan Kominfo/Dian)