Aksi Serentak SARENG Forum Anak, Tingkatkan Peran Anak Cegah Bullying dan Perkawinan Dini

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Peringatan Hari Anak Nasional dan Internasional, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan bersama Forum Anak Kota Batik (Fantatik) menyelenggarakan Aksi Serentak SARENG (Sinau Bareng) Forum Anak. Kegiatan tersebut dilaksanakan bertepatan dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMA Negeri 4 Kota Pekalongan, Senin (15/7/2019).
Plt DPMPPA Kota Pekalongan melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dra Eki Moerjani Dyah Trikora mengungkapkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan serentak se-Jawa Tengah sebagai upaya pencegahan anak dari kasus bullying, kekerasan dan perkawinan dini yang saat ini tengah marak di masyarakat. Bullying sesungguhnya bukan hanya terjadi antar anak-anak. Orang tua bahkan guru sekalipun memiliki potensi melakukan perilaku bully terhadap anak. Maraknya penggunakan gadget yang digunakan secara tidak bijak juga menjadi faktor pendukung kasus bullying, maupun perkawinan dini yang terjadi pada anak.
“Kegiatan ini terselenggara dalam rangka aksi serentak oleh Forum Anak se-Jawa Tengah, salah satunya di Kota Pekalongan dari 35 kabupaten/kota di tingkat SMP dan SMA sederajat. Aksi tersebut berupa pemberian materi melalui sosialisasi terkait bentuk-bentuk bullying, pengertian anak dan hak-haknya, bagaimana belajar yang efektif, penggunaan gadget dengan bijak dan mengedukasi anak-anak agar tidak terlibat bullying dan perkawinan dini,” kata Eki.
Disampaikan Eki, salah satu indikator penting dalam tercapainya Kota Layak Anak ialah adanya Sekolah Ramah Anak (SRA) yang menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian.
“Permasalahan kasus bully maupun pernikahan dini di Kota Pekalongan masih ada, walaupun prosentasinya kecil dimana yang menjadi keprihatinan para orangtua dan guru ialah anak menggunakan gadget secara berlebihan yang dapat menganggu proses belajar mereka. Sekolah Ramah Anak menjadi indikator yang penting untuk menjadi Kota Layak Anak. Ketika sekolah tersebut menjadi SRA, maka saat membuat tata tertib sekolah pun harus ada keterlibatan anak, sekolah dan orangtua untuk berdiskusi bersama dan menyalurkan aspirasinya,” imbuh Eki.
Eki mendorong agar dalam pelaksanaan Kota Layak Anak nantinya, sekolah-sekolah di Kota Pekalongan lainnya dapat terlibat dan mendukung menjadi Sekolah Ramah Anak. “Kami akan terus advokasi sekolah-sekolah di Kota Pekalongan untuk menjadi Sekolah yang Ramah Anak dengan disiplin positif dan pendampingan,” ucap Eki.
Sementara itu, Ketua Fantatik Pekalongan, Najdan Achmada, menjelaskan agar para anak terhindar dari kasus bullying yaitu anak tidak menjadi pelaku bully itu sendiri. Kasus pernikahan dini juga tak luput menjadi perhatian bersama untuk dilakukan pencegahan. Menurut Mada, sapaan akrabnya, anak-anak diimbau untuk tidak ikut-ikutan menikah di usia belia mengingat banyaknya resiko yang lebih besar jika pernikahan dini itu dilakukan saat usia mereka belum mencukupi.
“Apabila anak menikah di usia dini mempunyai resiko lebih besar diantaranya kematian ibu dan bayi lahir dalam keadaan prematur, rentan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perceraian yang kebanyakan karena faktor ekonomi. Lantaran emosi mereka belum stabil, pemikiran belum matang dan masih mudah goyah,” terang Mada.
Selain itu, lanjut Mada, pernikahan dini juga dapat menghambat pendidikan terutama untuk laki-laki yang harus memikirkan cara untuk mencari nafkah dan menanggung anak serta istrinya. Alhasil, pendidikan pun terabaikan sebab keinginan untuk belajar sudah tidak ada lagi. Mereka harus pontang-panting mencari pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Kepsek SMA Negeri 4 melalui Waka Kesiswaan, Winardi, S.Pd., mengapresiasi ditunjuknya SMA Negeri 4 menjadi rintisan Sekolah Ramah Anak di Kota Pekalongan. Pihaknya juga sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk mencapai predikat SRA tersebut.
“Ini menjadi kehormatan bagi kami, DPMPPA memberikan pendampingan kepada siswa-siswi kami untuk menjadi SRA. Meskipun masih dalam tahap rintisan, kami sedang berupaya untuk mencapai predikat SRA dengan dukungan instansi terkait seperti study banding ke SRA SMA N 2 Brebes untuk menggali informasi dan diterapkan di lingkungan sekolah kami. Selain itu, penggunaan gadget juga kami batasi untuk tidak disalahgunakan pada saat proses belajar mengajar. Kami juga lakukan sidak HP untuk menghindari anak didik kami menyimpan konten-konten negatif seperti pornografi, kekerasan dan sebagainya,” tandas Winardi.
Plt DPMPPA Kota Pekalongan melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dra Eki Moerjani Dyah Trikora mengungkapkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan serentak se-Jawa Tengah sebagai upaya pencegahan anak dari kasus bullying, kekerasan dan perkawinan dini yang saat ini tengah marak di masyarakat. Bullying sesungguhnya bukan hanya terjadi antar anak-anak. Orang tua bahkan guru sekalipun memiliki potensi melakukan perilaku bully terhadap anak. Maraknya penggunakan gadget yang digunakan secara tidak bijak juga menjadi faktor pendukung kasus bullying, maupun perkawinan dini yang terjadi pada anak.
“Kegiatan ini terselenggara dalam rangka aksi serentak oleh Forum Anak se-Jawa Tengah, salah satunya di Kota Pekalongan dari 35 kabupaten/kota di tingkat SMP dan SMA sederajat. Aksi tersebut berupa pemberian materi melalui sosialisasi terkait bentuk-bentuk bullying, pengertian anak dan hak-haknya, bagaimana belajar yang efektif, penggunaan gadget dengan bijak dan mengedukasi anak-anak agar tidak terlibat bullying dan perkawinan dini,” kata Eki.
Disampaikan Eki, salah satu indikator penting dalam tercapainya Kota Layak Anak ialah adanya Sekolah Ramah Anak (SRA) yang menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar, aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian.
“Permasalahan kasus bully maupun pernikahan dini di Kota Pekalongan masih ada, walaupun prosentasinya kecil dimana yang menjadi keprihatinan para orangtua dan guru ialah anak menggunakan gadget secara berlebihan yang dapat menganggu proses belajar mereka. Sekolah Ramah Anak menjadi indikator yang penting untuk menjadi Kota Layak Anak. Ketika sekolah tersebut menjadi SRA, maka saat membuat tata tertib sekolah pun harus ada keterlibatan anak, sekolah dan orangtua untuk berdiskusi bersama dan menyalurkan aspirasinya,” imbuh Eki.
Eki mendorong agar dalam pelaksanaan Kota Layak Anak nantinya, sekolah-sekolah di Kota Pekalongan lainnya dapat terlibat dan mendukung menjadi Sekolah Ramah Anak. “Kami akan terus advokasi sekolah-sekolah di Kota Pekalongan untuk menjadi Sekolah yang Ramah Anak dengan disiplin positif dan pendampingan,” ucap Eki.
Sementara itu, Ketua Fantatik Pekalongan, Najdan Achmada, menjelaskan agar para anak terhindar dari kasus bullying yaitu anak tidak menjadi pelaku bully itu sendiri. Kasus pernikahan dini juga tak luput menjadi perhatian bersama untuk dilakukan pencegahan. Menurut Mada, sapaan akrabnya, anak-anak diimbau untuk tidak ikut-ikutan menikah di usia belia mengingat banyaknya resiko yang lebih besar jika pernikahan dini itu dilakukan saat usia mereka belum mencukupi.
“Apabila anak menikah di usia dini mempunyai resiko lebih besar diantaranya kematian ibu dan bayi lahir dalam keadaan prematur, rentan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perceraian yang kebanyakan karena faktor ekonomi. Lantaran emosi mereka belum stabil, pemikiran belum matang dan masih mudah goyah,” terang Mada.
Selain itu, lanjut Mada, pernikahan dini juga dapat menghambat pendidikan terutama untuk laki-laki yang harus memikirkan cara untuk mencari nafkah dan menanggung anak serta istrinya. Alhasil, pendidikan pun terabaikan sebab keinginan untuk belajar sudah tidak ada lagi. Mereka harus pontang-panting mencari pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Kepsek SMA Negeri 4 melalui Waka Kesiswaan, Winardi, S.Pd., mengapresiasi ditunjuknya SMA Negeri 4 menjadi rintisan Sekolah Ramah Anak di Kota Pekalongan. Pihaknya juga sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk mencapai predikat SRA tersebut.
“Ini menjadi kehormatan bagi kami, DPMPPA memberikan pendampingan kepada siswa-siswi kami untuk menjadi SRA. Meskipun masih dalam tahap rintisan, kami sedang berupaya untuk mencapai predikat SRA dengan dukungan instansi terkait seperti study banding ke SRA SMA N 2 Brebes untuk menggali informasi dan diterapkan di lingkungan sekolah kami. Selain itu, penggunaan gadget juga kami batasi untuk tidak disalahgunakan pada saat proses belajar mengajar. Kami juga lakukan sidak HP untuk menghindari anak didik kami menyimpan konten-konten negatif seperti pornografi, kekerasan dan sebagainya,” tandas Winardi.