14 Sekolah di Kota Pekalongan Telah Teradvokasi Sekolah Ramah Anak

Kota Pekalongan - Guna menciptakan sekolah yang nyaman bagi anak dengan menjamin pemenuhan dan memberikan perlindungan hak anak serta meningkatkan partisipasi anak, Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DPMPPA) setempat mengingikan semua sekolah di Kota Pekalongan teradvokasi ramah anak. Tercatat, di tahun 2021 ini, sudah ada 14 sekolah di berbagai jenjang pendidikan yang telah mendeklrasikan komitmennya sebagai Sekolah Ramah Anak (SRA).
Sekolah Ramah Anak (SRA) sendiri merupakan salah satu upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama berada di sekolah,melalui berbagai peneran untuk menjadikan sekolah bersih, aman, ramah, indah,inklusif, sehat, asri, dan nyaman, serta dengan prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup, dan penghargaan terhadap hak anak. Hal ini,sekaligus juga sebagai salah satu indikator dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Pasalnya, SRA merupakan sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggungjawab.
Plt DPMPPA Kota Pekalongan melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DPMPPA Kota Pekalongan, Nur Agustina, SPsi, MM menyebutkan bahwa, 14 sekolah di Kota Pekalongan yang sudah mendeklarasikan Sekolah Ramah Anak. Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen seluruh warga sekolah dan unsur yang terlibat di dalamnya untuk mendukung pelaksanaan konsep Sekolah Ramah Anak, baik dari proses belajar mengajar yang ramah anak,pendidik,dan tenaga kependidikan yang terlatih,serta sarana dan prasarana dan lingkungan yang ramah anak.
“Untuk jenjang PAUD ada TK Mahad, TK Al-Azhar, dan TK Cempaka. Sementara untuk jenjang SD sudah ada SD Al-Azhar, SDN Medono 7, SDN Sapuro 5, dan SDN Panjang Wetan 4. Di jenjang SMP baru 2 yaitu SMPN 14 , SMP N 12. Sedangkan di jenjang SMA, ada SMAN 4, SMKN 1, SMKN 2, SMK Syafi'i Akrom dan SMAN 1 Pekalongan,” ucap Agustin, Jumat (31/12/2021).
Agustin menyebutkan, ada 6 indikator dalam penerapan SRA yaitu kebijakan ramah anak, pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak anak dan SRA, proses belajar yang ramah anak, sarana dan prasarana ramah anak, partisipasi anak, dan partisipasi orangtua, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, stakeholder lainnya dan alumni. Upaya deklarasi dan komitmen SRA ini akan berlanjut sepanjang tahun sebagai upaya sekolah untuk berkomitmen secara menyeluruh. Dimana, pendekatannya harus membuat anak-anak di lingkungan sekolah itu terasa nyaman, aman, dan terlindungi tanpa adanya kekerasan dan diskriminasi.
Pasalnya, sebagai Sekolah Ramah Anak, sekolah tersebut tidak boleh menolak siswa, dan basisnya tidak ada lagi sekolah unggulan maupun sekolah terbaik. Semua sekolah adalah sekolah ramah anak (inklusif) dimana sekolah tersebut harus menerima anak-anak dari berbagai latar belakang apapun (non diskriminasi).
“Deklarasi ini merupakan komitmen bersama antar warga sekolah, karena banyak hal yang harus dibangun bersama, misalnya mengantisipasi adanya kekerasan di sekolah, tentang kebersihan, kenyamanan, sekolah inklusif. Jadi ada gerakan-gerakan dalam Sekolah Ramah Anak, dimana sekolah itu diibaratkan bukan showroom tetapi bengkel. Artinya, kalau kita menemukan anak-anak yang bermasalah ya ayo kita carikan solusinya baik-baik. Basisnya tidak lagi point negatif, tetapi berbasis disiplin positif, pendekatannya bukanlah hukuman, tetapi lebih kepada arahan dan bimbingan. Jadi pegiat SRA ini adalah orang-orang yang bukan hanya sekedar pendidik, tetapi mereka adalah pembimbing, pendamping, orangtua, sekaligus sahabat anak,” pungkasnya.
(Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)
Sekolah Ramah Anak (SRA) sendiri merupakan salah satu upaya mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan anak selama berada di sekolah,melalui berbagai peneran untuk menjadikan sekolah bersih, aman, ramah, indah,inklusif, sehat, asri, dan nyaman, serta dengan prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup, dan penghargaan terhadap hak anak. Hal ini,sekaligus juga sebagai salah satu indikator dalam mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Pasalnya, SRA merupakan sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggungjawab.
Plt DPMPPA Kota Pekalongan melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DPMPPA Kota Pekalongan, Nur Agustina, SPsi, MM menyebutkan bahwa, 14 sekolah di Kota Pekalongan yang sudah mendeklarasikan Sekolah Ramah Anak. Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen seluruh warga sekolah dan unsur yang terlibat di dalamnya untuk mendukung pelaksanaan konsep Sekolah Ramah Anak, baik dari proses belajar mengajar yang ramah anak,pendidik,dan tenaga kependidikan yang terlatih,serta sarana dan prasarana dan lingkungan yang ramah anak.
“Untuk jenjang PAUD ada TK Mahad, TK Al-Azhar, dan TK Cempaka. Sementara untuk jenjang SD sudah ada SD Al-Azhar, SDN Medono 7, SDN Sapuro 5, dan SDN Panjang Wetan 4. Di jenjang SMP baru 2 yaitu SMPN 14 , SMP N 12. Sedangkan di jenjang SMA, ada SMAN 4, SMKN 1, SMKN 2, SMK Syafi'i Akrom dan SMAN 1 Pekalongan,” ucap Agustin, Jumat (31/12/2021).
Agustin menyebutkan, ada 6 indikator dalam penerapan SRA yaitu kebijakan ramah anak, pendidik dan tenaga kependidikan terlatih hak anak dan SRA, proses belajar yang ramah anak, sarana dan prasarana ramah anak, partisipasi anak, dan partisipasi orangtua, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, stakeholder lainnya dan alumni. Upaya deklarasi dan komitmen SRA ini akan berlanjut sepanjang tahun sebagai upaya sekolah untuk berkomitmen secara menyeluruh. Dimana, pendekatannya harus membuat anak-anak di lingkungan sekolah itu terasa nyaman, aman, dan terlindungi tanpa adanya kekerasan dan diskriminasi.
Pasalnya, sebagai Sekolah Ramah Anak, sekolah tersebut tidak boleh menolak siswa, dan basisnya tidak ada lagi sekolah unggulan maupun sekolah terbaik. Semua sekolah adalah sekolah ramah anak (inklusif) dimana sekolah tersebut harus menerima anak-anak dari berbagai latar belakang apapun (non diskriminasi).
“Deklarasi ini merupakan komitmen bersama antar warga sekolah, karena banyak hal yang harus dibangun bersama, misalnya mengantisipasi adanya kekerasan di sekolah, tentang kebersihan, kenyamanan, sekolah inklusif. Jadi ada gerakan-gerakan dalam Sekolah Ramah Anak, dimana sekolah itu diibaratkan bukan showroom tetapi bengkel. Artinya, kalau kita menemukan anak-anak yang bermasalah ya ayo kita carikan solusinya baik-baik. Basisnya tidak lagi point negatif, tetapi berbasis disiplin positif, pendekatannya bukanlah hukuman, tetapi lebih kepada arahan dan bimbingan. Jadi pegiat SRA ini adalah orang-orang yang bukan hanya sekedar pendidik, tetapi mereka adalah pembimbing, pendamping, orangtua, sekaligus sahabat anak,” pungkasnya.
(Tim Komunikasi Publik Dinkominfo Kota Pekalongan)